Pengen Pasang Iklan di sini

Hubungi admin, tarif murah

Jumat, 10 Desember 2010

Dialog Umar bin Abdul Aziz dengan Kubur


Suatu ketika Umar bin Abdul Aziz r.a. mengurusi jenazah keluarganya. Ketika mayat telah ditanam ke liang lahat dan tanah sudah dimampatkan, Umar menghadap orang-orang yang bertakziah sambil berkata,”Sesungguhnya kuburan ini memanggilku dari belakang. Maukah kalian kuberitahu apa yang ia katakan padaku?”
Merka menjawab,”Tentu”. Umar berkata, ”Kuburan itu memanggilku dan berkata,”Wahai Umar bin Abdul Aziz, maukah kuberitahu apa yang akan kuperbuat dengan orang yang kau cintai in?” “Tentu,” jawabku.
Kuburan itu berkata,”Aku bakar kafannya, kurobek badannya dan kusedot darahnya serta kukunyah dagingnya. Maukah kau kuberitahu apa yang kuperbuat dengan anggota badannya? “Tentu,”jawabku. “Aku cabut (satu per satu) dari telapak tangannya lalu dari tangan ke lengan, dari lengan menuju pundak. Lalu kucabut pula lutut dari pahanya. Dan paha dari lututnya. Kucabut pula lutut itu dari betis . Dari betis menuju telapak kakinya.”
Lalu Umar bin Abdul Aziz r.a. pun menangis, dan berkata,”Ketahuilah, umur dunia hanya sedikit. Kemuliaan didalamnya adalah kehinaan. Pemudanya akan menjadi renta, dan yang hidup di dalamnya akan  mati.  Celakalah yang tertipu olehnya. Dimanakah penduduk yang dulu membangun kotanya?Apa yang diperbuat oleh tanah terhadap tubuh-tubuh mereka? Apa yang diperbuat cacing tanah terhadap tulang dan anggota badannya yang lain? Dulu, mereka di dunia berada di tengah keluarga bahagia, di atas kasur empuk dan dikelilingi pembantu setia. Orang-orang memuliakannya.
Tapi semua berlalu ketika maut datang memanggil, lihatlah betapa dekat dengan kuburan dengan temapat tinggalnya. Tanyakan pada orang kaya, apa yang tersisa dari kekayaannya?Tanyakan pula kepada orang fakir, apa yang tersisa dari kefakirannya?
Tanyalah mereka tentang lisan, yang sebelumnya mereka gunakan untuk berbicara. Juga tentang mata, yang mereka gunakan untuk melihat hal-hal yang menyenangkan. Tanyakan tentang kulit yang lembut, wajah menawan serta tubuh yang indah... apa yang dilakukan cacing tanah terhadap itu semua? Warnanya pudar, dagingnya dikunyah-kunyah, wajahnya terlumuri tanah. Tulang meremuk, badan membusuk dan dagingnya pun tercabik-cabik. Dimanakah para punggawa dan budak-budak?
Dimana kawan... dimana simpanan harta benda? Demi Allah, mereka tidak membekali si mayit dengan kasur, bahkan dengan tongkat untuk menopang sekalipun. Padahal dahulu di rumah, mereka merasakan kenikmatan. Kini ia tenggelam di bawah benaman tanah.
Bukankah siang atau malam tak ada bedanya bagi mereka? Tertutup kesempatan beramal. Mereka berpisah dengan kekasih dan keluarga. Istri-istrinya dinikahi orang lain. Anak-anaknya bebas bermain. Kerabatnya sibuk membagi-bagi rumah dan harta tinggalannya.
Diantara mereka ada pula yang dilapangkan kuburnya. Diberi kenikmatan dan bersenang-senang dengannya di dalam kubur.”
Umar r.a. lalu menangis. Dalam tangisnya ia berkata,” Wahai yang menjadi penghuni kubur esok hari, bagaimana dunia bisa menipumu? Di mana kafanmu... dimana minyak(wewangian untuk orang mati)mu, dan dimana dupamu? Bagaimana nanti ketika kamu telah berada dalam pelukan bumi.
Celakalah aku, dari bagian tubuh yang mana pertama kali cacing tanah itu melumatku? Celakalah aku, dalam keadaan bagaimana aku kelak bertemu dengan malaikat maut, saat ruhku meninggalkan dunia? Keputusan apa yang akan diturunkan oleh Rabbku?”
Ia menangis dan terus menangis, lalu pergi. Tak lebih satu pekan setelahnya, ia meninggal. Semoga Allah merahmatinya.
****************************************************
Dari buku Awwalu Laylatin fi Al-Qabri


Tidak ada komentar:

Posting Komentar